JogjaUpdate.com ~ Kebo bule yang ada di lingkungan Keraton Kasunanan Surakarta Memiliki makna tersendiri. Kerbau bule yang awalnya adalah hadiah dari Bupati Ponorogo kepada Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) II pada jaman Mataram Kuno. Demikian Menurut Babad Solo yang ditulis oleh pujangga Jawa, Raden Mas Said.
Kerbau yang kemudian diberi nama Kyai Slamet ini dulunya menjadi hewan kepercayaan Raja PB II. Karena keberadaan hewan bertanduk dua ini awalnya untuk mengawal pusaka Kiai Slamet setiap kali kirab digelar oleh kerabat keraton. Oleh karena sering dipercaya mengawal pusaka Kiai Slamet, maka banyak warga menamai kebo bule keraton dengan sebutan Kebo Kiai Slamet.
Suatu ketika sang Raja Solo hendak mencari lokasi pendirian Keraton Surakarta yang baru, sang raja membawa serta kawanan kebo bule berjumlah puluhan ekor untuk mencari tempat yang ditentukan. Karena PB II beranggapan, di mana kebo bule berdiam di suatu tempat maka di situlah lokasi pendirian baru keraton. Setelah berjalan puluhan kilometer untuk mencari lokasi keraton, Raja PB II melihat si kerbau menghentikan langkah kakinya cukup lama di sebuah tempat. Setelah ditunggu beberapa hari tak kunjung berpindah tempat, sang raja berkeyakinan bahwa di tempat kebo bule berhenti itulah Keraton Surakarta bisa dibangun. Alhasil, hingga sekarang lokasi pendirian Keraton Kasunanan Surakarta tetap berada di jantung kota.
Baca juga:
– Sejarah Nama Yogyakarta
– Asal Usul Nama Kampung di Jogja
– Seputar Sekaten: Gamelan Kanjeng Kyai Gunturmadu
– Wajan Baja Super Besar Hebohkan Warga Kutoarjo, Jawa Tengah
Karena berjasa atas penentuan lokasi pembangunan keraton, maka posisi kesakralan kebo bule Kiai Slamet menjadi sangat penting bagi warga Solo. Kebo Kyai Slamet merupakan pepunden keramat bagi warga lokal. Sebab, setiap Malam 1 Suro seluruh masyarakat Surakarta tumplek blek memadati jantung pusat kota untuk melihat dari dekat iring-iringan kawanan kebo Kiai Slamet. Pembukaan tradisi kirab puasaka keraton pun sangat tergantung pada kebo Kyai Slamet. Bila sang kerbau ngambek alias tidak mau keluar dari kandangnya, maka acara kirab bisa ditiadakan sampai sang kerbau mau keluar dari kandangnya.
Ada segelintir orang yang mempercayai kotoran yang keluar dari dubur kebo Kyai Slamet adalah sebuah keberuntungan. Kotoran atau tletong kebo bule selalu diperebutkan oleh warga untuk dibawa pulang.
Baca juga:
– Desa Wisata Trumpon, Agrotourism di Lereng Gunung Merapi
– Di Tempat Wisata Alam Ini Bisa Menikmati Pemandangan Empat Gunung Sekaligus
– Tertarik Jadi Agen Rahasia, Main-main ke Museum Sandi Negara
– Mengenal Krimpying Gaplek, Camilan Legendaris Kulonprogo
Seiring berjalannya waktu, jumlah kerbau kini tinggal berjumlah 12 ekor. sisa kebo bule ialah Kiai Bodong, Joko Semengit, Debleng Sepuh, Manis Sepuh, Manis Muda, dan Debleng Muda. Pihak keraton mempercayakan kepada Kyai Bodong sebagai kerbau jantan keturunan murni Kiai Slamet untuk memimpin kirab pusaka 1 Suro. (061114/24)