JogjaUpdate.com ~ Tidak hanya kopi yang punya filosofi, kupat juga ada. Kamu harus tahu filosofi kupat dalam kepercayaan masyarakat Jawa.
Baca Juga: Kenapa Malam Jumat Identik Dengan Mistis? Kenapa Tidak Malam Minggu Saja?
Kupat atau ketupat adalah ikon dari perayaan Hari Raya Idulfitri di Jawa sejak dahulu. Bahkan diperkirakan sejak pemerintahan Demak pada abad ke-15.
Kupat ini bukan sekadar nasi yang dibungkus dengan daun kelapa hingga padat. Seperti biasanya, masyarakat jawa selalu kental dengan filosofi yang mendalam.
Baca Juga: Ini Beberapa Hari Yang Dikeramatkan Masyarakat
Beragam hal dalam budaya Jawa menyimbolkan sesuatu atau menyimpan makna dibaliknya. Dari nama, bahan baku, hingga bentuk memiliki penjelasan yang cukup mendalam.
Termasuk Kupat, ada filosofi yang mendalam menurut masyarakat Jawa. Dalam kupat menyimpan sejumlah pesan dan petuah.
Baca Juga: Larangan Bersiul Di Malam Hari, Sekedar Mitos Atau Ada Maksud Lain?
Berikut ini filosofi kupat yang harus kamu ketahui:
- Kupat, ngaku lepat atau mengaku bersalah.
- Janur, Jatining Nur atau hari nurani.
- Beras, menggambarkan nafsu duniawi.
- Ayaman janur, menggambarkan kompleksitas masyarakat Jawa yang harus dilekatkan dengan tali silaturrahmi
- Bentuk ketupat, Kiblat papat llimo pancer yang menggambarkan empat mata angin dan satu kita sebagai pusatnya.
Baca Juga: Tanaman Yang Baik Ditanam Depan Rumah Menurut Mitos
Dari filosofi kupat diatas, dapat disimpulkan kalau kupat melambangkan nafsu dunia yang dibungkus dengan hati nurani.
Di luar itu, ketupat juga demitologisasi dan desakralisasi pemujaan Dewi Sri yang dimuliakan sejak masa kerajaan Majapahit dan Pajajaran.
(120618/150324)
Baca Juga: Ini Beberapa Pamali Dijelaskan Secara Logis Tanpa Bawa-Bawa Hal Mistis