JogjaUpdate.com ~ Buat penggemar makanan pedas, pernahkan sampai mengalami tuli sementara? Ternyata makanan pedas bisa membuat tuli sementara. Hal ini pernah terjadi pada seorang vlogger bernama Ben Sumadiwiria, setelah menyantap bakmi maut di Indonesia pada akhir tahun 2016.
Menurut yang dimuat Livescience.com, Ben Sumadiwiria bukan penakut akan makanan pedas. Namun ia berhasil dibuat tekuk lutut oleh bakmi yang satu ini. “Wah, saya tidak bisa mendengar apa-apa, Perihnya naik hingga ke telinga saya, bahkan telinga saya sampai tersumbat.” katanya dalam video.
Bakmi yang disantapnya tersebut merupakan produk mie instant yang diracik dengan beberapa cabai Thailand. Cabai tersebut sangat pedas, bahkan menurut skala Scoville mencapai angka 100 hingga 225 ribu. Bahkan tingkat kepedasaanya melebihi cabai jalapeño yang terkenal sangat pedas.
Penjelasan Ilmiah
Seperti diketahui, zat penyebab pedas adalah capsaicin yang dikembangkan oleh tumbuhan untuk menangkal jamur. Zat capsaicin ini menimbulkan iritas pada sel-sel manusia, terutama selaput lendir pelapis mulut, tenggorokan, perut, dan mata. Capsaiscin ini bisa menyebabkan sensasi terbakar karena reseptor nyeri pada selaput bereaksi terhadap penyebab iritasi.
Tubuh manusia akan beraksi untuk melindungi ciri dari rasa sakit ini dengan berbagai cara, seperti menghasilkan ingus dan air mata untuk membentuk lapisan membendung capsaicin. Tubuh juga akan menyebar hormon endorfin untuk menahan penyebaran rasa sakit sehingga mulut terkadang sampai mati rasa.
Menurut Dr. Michael Goldrich dari Robert Wood Johnson University Hospital di New Jersey, dampak mati rasa itulah membuat capcaisin kadang dipakai sebagai pereda nyeri kronis. Krim capcaisin pertama-tama meningkatkan rasa nyeri dan terbakar, tapi kemudian segera menghambat syaraf-syaraf penghambat nyeri.
Bagaimana makanan pedas bisa membuat tuli sementara? Kata Goldrich, tenggorokan dan hidung terhubung dengan saluran Eustachius yang membantu menyamakan tekanan dalam telinga bagian dalam. Ketika hidung mengeluarkan banyak ingus, itu bisa menutup saluran Eustachius. “Sebagai tanggapannya, orang merasa bahwa pendengarannya berkurang.” ungkapnya.
Hal ini juga sama seperti yang terjadi ketika kehilangan pendengaran sementara karena flu. Selain itu, menurut Dr. Marzo adalah kepala Department of Otolaryngology di Loyola Medicine dan juga seorang pakar hilangnya pendengaran, penyebab hilangnya pendengaran juga dampak stimulasi berlebih pada syaraf-syaraf trigeminal.
Syaraf trigeminal ini memberikan sesasi dankendali motor pada mulut dan wajah, juga menghubungkan syaraf koklea yang bertanggungjawab mengirimkan informasi suara. Rangsangan berlebihan pada syaraf ini bisa mengubah aliran darah sehingga menyebabkan tuli sementara. (220817)