
Jogjaupdate.com ~ Selain Jazz Atas Awan Dieng Culture Festival, dan ritual potong rambut gimbal, Dieng menawarkan keindahan dan keunikan yang sulit ditemukan ditempat lain.
Dataran Tinggi Dieng, yang banyak orang memanggilnya dengan sebutan “negeri di atas awan”, terletak di wilayah Kabupaten Wonosobo (Dieng Wetan) dan Kabupaten Banjarnegara (Dieng Kulon).
Mengapa disebut negeri di atas awan karena daerah ini berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut dan sering diselimuti kabut sehingga membuat siapa saja yang berada di daerah tersebut seperti sedang berada di kayangan.
Beberapa artikel dan Hipwee salah satunya, menyebut Dataran Tinggi Dieng sebagai Dataran Tinggi (plateau/plato) terluas kedua yang dihuni oleh manusia setelah Tibet.
Karena berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut pastinya membuat suhu di Dataran Tinggi Dieng sangat menusuk tulang. Pada bulan Juli – Agustus, suhu pagi hari di Dieng bisa sangat rendah.

Tercatat pada bulan Juli 2015, suhu turun sampai ke angka minus 1 derajat Celcius dan di siang hari bersuhu 10 – 15 derajat Celcius. Suhu rendah di pagi hari memunculkan embun beku atau frost yang oleh penduduk lokal sering disebut sebagai bun upas. Butiran salju sering muncul di permukaan tanaman dan ketebalannya bisa sampai 0,5 centimeter.
Dieng juga terkenal dengan anak-anak berambut gimbal. Rambut gimbal mereka tumbuh alami dan dipercaya sudah ada sejak jaman dahulu.
Anak-anak di Dataran Tinggi Dieng yang mempunyai rambut gimbal adalah anak yang tergolong diistimewakan. Bagaimana tidak, rambut gimbal mereka harus dipotong jika si anak sudah menyatakan keinginannya untuk potong rambut.
Jika tidak meminta, tentu saja sangat tidak diperbolehkan. Ketika rambut si anak sudah dipotong, ia akan memiliki rambut normal seperti anak pada umumya.
Memotong rambut gimbal pun tidak boleh sembarangan. Harus ada ritual atau upacara khusus (ruwatan) jika tidak ingin anak tersebut jatuh sakit. Pada pagi hari sebelum ritual, biasanya orang tua akan menanyakan apa saja keinginan anak dan sang orang tua harus bisa memenuhinya. Jika tidak, ritual harus ditunda.
Baca juga : Dieng Culture Festival
Ruwatan massal anak berambut gimbal ini bisa disaksikan dalam acara tahunan Dieng Culture Festival nanti.

Salah satu keunikan lainnya yang dimiliki oleh Dataran Tinggi Dieng adalah keberadaan desa tertinggi di pulau Jawa, yakni desa Sembungan. Desa yang terletak di ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut dipercaya sebagai cikal bakal dimulainya kehidupan bermasyarakat di Dataran Tinggi Dieng. Orang-orang terdahulu datang dan menetap di desa tersebut dan kemudian menyebar ke daerah-daerah di sekitar dan membentuk desa-desa baru.
Desa Sembungan kini dihuni sekitar 1.300 jiwa yang mayoritas berprofesi sebagai petani sayuran dan buah papaya gunung (Carica). Desa ini menjadi sangat indah karena keberadaan sebuah telaga bernama Telaga Cebong yang dikelilingi bukit yang berhiaskan hijaunya areal perkebunan sayuran warga.
Desa ini menjadi sangat terkenal karena menjadi akses utama menuju Gunung Sikunir, spot terbaik untuk melihat golden sunrise di Dieng. Mungkin belum sepopuler spot sunrise di Bromo, tapi dijamin golden sunrise dari atas Gunung Sikunir sangat amat tidak kalah menakjubkan.

Dari ketinggian 2.463 meter dari permukaan laut, kita bisa melihat matahari yang perlahan terlahir dan melukiskan gradasi warna jingga dan biru tua yang menghipnotis siapa saja yang melihatnya. Bukan itu saja, jika cuaca jelas kita juga akan dimanjakan dengan jajaran gunung yang berbaris seperti Sindoro, Sumbing, Merapi, Merbabu, dan Ungaran lengkap dengan kabut yang membentang seperti lautan kapas mengelilingi gunung.
Tidak hanya pemandangan yang ditawarkan Dieng, disana juga Ada buah yang hanya bisa tumbuh di Dataran Tinggi Dieng dan Pegunungan Andes. ya betul, Carica, buah para Dewa. Carica juga bisa disebut sebagai Pepaya Gunung.
Carica berasal dari Pegunungan Andes di Amerika Selatan. Menurut beberapa sumber, buah ini dibawa pada masa menjelang Perang Dunia II oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan berhasil dibudidayakan di Dataran Tinggi Dieng. Banyak orang menyebutnya buah para Dewa karena buah ini hanya bisa tumbuh di ketinggian mulai dari 1.500-3.000 meter di atas permukaan laut. Saking tingginya mungkin para Dewa pun bisa dengan mudah meraihnya.

Buah Carica berbentuk seperti papaya namun berukuran kecil seukuran mangga dan berkulit kuning keemasan. Aroma buah ini sangatlah wangi dan menggiurkan. Daging buah ini jika dimakan mentah akan terasa sepat, tidak seperti buah papaya pada umumnya.
Penduduk lokal biasanya mengolah buah ini menjadi manisan dalam botol, keripik, dodol dan sirup. Dan karena rasanya yang lezat, harum, kenyal dan aman dikonsumsi, buah ini banyak diburu oleh wisatawan yang datang ke Dataran Tinggi Dieng.
Dieng memang tidak lepas dari keberadaan gunung-gunung di sekitarnya yang memberikan pemandangan yang sangat indah. Beberapa gunung tersebut antara lain Gunung Prau (2.565 m) yang sekarang sangat popular untuk camping dan melihat sunrise dan padang rumput, Gunung Sikunir (2.463 m), spot terbaik untuk melihat golden sunrise. Sedikit menjauh ada Gunung Sumbing (3.387 m), Gunung Sindoro (3.150 m), dan Gunung Pakuwaja (2.595 m)

Dataran Tinggi Dieng mempunyai sejumlah telaga yang mempunyai keunikan yang berbeda satu dengan lainnya. Ada Telaga Warna, telaga yang sering memantulkan warna merah, hijau, biru dan Lembayung. Ada juga Telaga Pengilon yang letaknya bersebelahan dengan Telaga Warna tapi berair jernih seperti pengilon (cermin).
Telaga Dringo, telaga tetinggi di Dieng yang disebut-sebut sebagai “Ranukumbolo KW” karena keindahan yang serupa dengan Ranukumbolo dan telaga lain yang tidak kalah indah seperti Telaga Merdada, Telaga Cebong, dan Telaga Nila.
Dieng juga mempunyai sejumlah kawah vulkanik popular seperti Kawah Sikidang, Candradimuka, Sibanteng, Sileri, Sinila, Timbang, dan Sikendang. Beberapa kawah tersebut berpotensi gas beracun dan kawah yang paling sering dikunjungi adalah Kawah Sikidang. Selain kawah, Dieng juga mempunyai beberapa gua sacral untuk kegiatan spiritual warga seperti Gua Semar, Gua Jaran dan Gua Sumur (Sumur Jalatunda).

Dataran Tinggi Dieng mempunyai sisi historis dan budaya Hindu yang kental dengan keberadaan kompleks candi Hindu. Kompleks candi Hindu yang dibangun pada abad ke-7 itu antara lain Candi Arjuna, Candi Gatotkaca, Candi Bima, Candi Semar, Candi Sembadra, Candi Srikandi, Candi Setyaki dan Candi Dwarawati.
Kuliner Dieng pun sangat menggugah selera, seperti Teh Tambi, teh asli Wonosobo, yang panas dan kental, makan Mie Ongklok dengan Tempe Kemul dan sate sapi dan ditutup dengan manisan Carica yang segar. (290715)