Sejarah Soto, Dicintai Rakyat Jelata Tapi Dibenci Bangsawan

JogjaUpdate.com ~ Soto adalah masakan tradisional yang banyak ditemukan di berbagai daerah. Setidaknya tercatat ada sekitar 70 jenis soto di Indonesia. Itu baru di Indonesia, karena negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura juga mengenal masakan ini.

Namun tahukah kamu, kalau masakan soto ini telah memiliki sejarah panjang di tanah air? Sejarah soto disebut-sebut berawal pada jaman kolonial Hindia Belanda. Adalah Van Der Burg, orang Belanda yang pertama kali mendefinisikan sebuah masakan yang kemudian dipercaya sebagai soto.

Dalam buku berjudul Voeding In Netherlandsch Indie pada 1904, ia menjelaskan pribumi Indonesia membuat kaldu dengan daging menyerupai burung gagak. Ia menyebut demikian karena belum pernah melihat babat dan jeroan hewan dimasak. Sehingga Burg menganggap babat itu seperti burung gagak.

Menurut yang dimuat Viva.co.id (8/10/17), Fadly Rahman, sejarawan Universitas Padjajaran Bandung mengungkapkan soto merupakan menu kelas bawah, dan pantang masuk dapur bangsawan. “Soto identik dengan makanan rakyat karena selalu menggunakan jeroan sebagai isinya sewaktu masa penjajahan Belanda,” ujarnya.

Ditambahkan Rahman, soto diperkirakan dikenal orang Indonesia sekitar abad ke 19. Dan pertama diperkenalkan ke oleh orang Kanton yang bermigrasi ke Indonesia. Kala itu soto ini sangat populer di kawasan peranakan Tionghoa di Semarang. Begitu juga dengan cara menjajakannya yang dipikul, juga berasal dari para pedagang Tionghoa.

Namun menurut yang dimuat Wikipedia, sejarah soto di Indonesia sudah mulai sejak abad ke 17. Denys Lombard dalam bukunya yang berjudul Le Carrefour Javanais menyebutkan kalau soto ini berasal dari sajian Tiongkok, Caudo. Kemudian dari Caudo ini lambat laun disebut Soto, di maskassar disebut Coto, dan di pekalongan disebut Tauto.

Menurut yang dimuat cnnindonesia.com (3/12/17), disebutkan banyak jejak akulturasi nusantara dengan Tiongkok dalam semakuk soto. Sejarawan, antropolog Universitas Gadjah Mada Lono Simatupang mengungkapkan Mi atau soun yang menjadi khas hidangan soto berasal dari kultur Tiongkok.

Menu Rakyat Jelata

Soto pernah menjadi menu kelas bawah yang memang banyak dicintai rakyat kecil, namun dibenci para bangsawan Belanda. Karena seperti diketahui, para bangsawan kala itu tidak memakan jeroan binatang. Jeroan daianggap jorok tidak sehat dan tidak higienis. Sehingga mereka tidak mau menyentuhnya apalagi memakannya.

Sedangkan soto kala itu didominasi jeroan seperti babat dan iso daripada daging-dagingan. Karena hanya jeroan yang tersisa bagi rakyat kecil, sedangkan dagingnya dimakan para bangsawan Belanda. Dan masyarakat Tionghoa kala itu memanfaatkannya untuk membuat masakan yang kita kenal soto sekarang.

Bahkan jaman dulu sempat muncul ejekan kepada kaum Tionghoa ini. Di mana mereka disebut pemakan segalanya, mereka memakan apa saja yang berkaki empat kecuali meja. Dan soto yang diperkenalkan kepada orang Indonesia saat itu berasal dari jeroan hewan kaki empat seperti sapi dan kambing.

Para pribumi Indonesia pun akhirnya menyukai hidangan soto ini dan banyak yang mengonsumsinya. Karena mahalnya daging, soto menjadi alternatif mereka mendapatkan asupan daging berupa jeroan. Dan mulailah tersebar luas soto ini di ke berbagai wilayah Indonesia menjadi soto yang kita kenal saat ini.

sumber:
http://www.viva.co.id/gaya-hidup/kuliner/964497-asal-usul-soto-pantang-masuk-dapur-bangsawan
https://en.wikipedia.org/wiki/Soto_(food)
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141203080341-262-15443/jejak-akulturasi-dalam-semangkuk-soto/

(091017)

Agung Pratnyawan on FlickrAgung Pratnyawan on GoogleAgung Pratnyawan on InstagramAgung Pratnyawan on Twitter
Agung Pratnyawan
Content Writer
Freelance Content Writer and Web Developer

Agung Pratnyawan

Freelance Content Writer and Web Developer

You May Also Like