JogjaUpdate.com ~ Peneliti Jogja dan Australia Kampanyekan Efek Perubahan Iklim dan Kesehatan Reproduksi Melalui Wayang. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) DI Yogyakarta berkolaborasi dengan peneliti UGM dan The Kirby Institute Australia, menggelar pagelaran wayang kulit di Pendopo Taman Siswa Yogyakarta, Sabtu (12/8/2023) malam.
Perubahan iklim menjadi persoalan global yang harus mendapatkan perhatian semua pihak. Namun kadangkala kampanye dampak perubahan iklim sekedar jadi jargon dan gembar-gembor yang tidak mengena di masyarakat. Apalagi perubahan iklim tersebut akhirnya berdampak pada kesehatan reproduksi perempuan. Persoalan itu tak banyak ditangani pemangku kebijakan atau masyarakat sendiri.
11 komunitas bersama peneliti UGM dan dari Sydney Australia menggagas kampanye perubahan iklim dan kesehatan reproduksi melalui kearifan lokal. Salah satunya melalui pentas wayang kulit dengan lakon Cupu Manik Astagina.
Baca juga:
Joane Win Dan Cotton Candy Buat Penonton Chicago Menangis
Cara Menghilangkan Bau Rokok Dalam Ruangan
Jebul Tidur dengan Kipas Angin itu Tidak Sehat
Sering Begadang? Jebul Kurang Tidur Bikin Tambah Gemuk
Melalui Pagelaran Wayang Kulit, Dalang RM Sumarsono Noto Widjojo membawakan lakon Cupu Manik Astagina berdurasi kurang lebih 2 jam, cerita disisipi pesan-pesan serta diskusi kesehatan reproduksi dampak perubahan iklim yang ditulis oleh para pemerhati perempuan dan kaum rentan.
Penanggungjawab penelitian Climate Change and Sexual Reproductive Health, Elan Lazuardi, menjelaskan saat ditemui di sela-sela pementasan wayang. “Lakon Cupu Manik Astagina yang dipentaskan pada bagian-bagian tertentu disisipkan cerita dari perempuan yang ikut pelatihan penulisan. Mereka adalah 11 perempuan yang merupakan perwakilan komunitas yang ada di Jogja, antara lain PKBI, Sabda, Tresiro Indonesia, OMK Kota Baru. Mereka berproses sekitar empat mingguan, kemudian cerita itu disimpulkan bersama oleh fasilitator kami dan kemudian disisipkan ke dalam cerita wayang ini.”
Menurut Elan, komunitas seperti PKBI dan lainnya diikutsertakan dalam membuat cerita wayang. Cerita-cerita dari komunitas itu kemudian disarikan dan disampaikan kepada dalang untuk disampaikan dalam cerita pewayangannya.
“Jadi isu-isu tentang perubahan iklim yang berdampak pada kesehatan reproduksi bisa disampaikan dalam cerita wayang selain cerita yang sudah pakem,” paparnya.
“Pagelaran wayang ini cukup efektif sebagai salah satu media yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Sebelumnya, 2 tahun yang lalu, dia dan Jamee (Project Manager penelitian) telah melakukan hal serupa melalui sebuah sebuah kesenian yaitu mural,” kata Elan yang juga staf pengajar di departemen Antropologi FIB UGM.
Baca juga:
Jebul Kebanyakan Duduk Juga Berbahaya Lho
Jelang Liburan Akhir Tahun, Ribuan Siswa Yogyakarta Menerima Vaksin Booster
Jebul Magelang Punya Museum Wayang Juga
Ini Beberapa Hari Yang Dikeramatkan Masyarakat
Sementara Dalang RM Sumarsono mengatakan perubahan iklim nyata terjadi di dunia. Contohnya Mexico misalnya, merasakan cuaca panas hingga 40 derajat Celcius yang bisa membawa dampak buruk bagi kehidupan.
“Mulo awake dewe kudu ngerti opo kui arane climate change, perubahan iklim. Ayo podo perduli, iki ono Profesor Jamee Newland seko Sydney Australia sik uwis neliti, ngajak awake dewe perduli bumi,” lanjutnya.
Sementara itu, project manager penelitian Jamee Newland menambahkan, proyeknya fokus ke perubahan iklim dan kesehatan seksual dan reproduksi. “Selama ini kita tahu cara penelitian yang menggunakan wawancara, saya rasa menggunakan seni kita bisa tahu apa yang diketahui oleh komunitas.”
(120823/23)